BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur,
Indonesia yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga1550 M. Kerajaan
ini mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai
wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa
dari tahun 1350 hingga1389. Kerajaan
Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan
dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Menurut
Negarakertagama, kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung, Malaya,
Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih
diperdebatkan.
Hanya terdapat
sedikit bukti fisik dari sisa-sisa Kerajaan Majapahit, dan sejarahnya tidak
jelas.Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton ('Kitab
Raja-raja') dalam bahasa Kawai dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuno. Pararaton
terutama menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat
beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama
merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis
pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Setelah masa iCtu,
hal yang terjadi tidaklah jelas. Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam
bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.
B. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut:
a. Untuk
mengetahui Sejarah Kebudayaan Majapahit
b. Untuk
mengetahui Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit
c. Untuk
mengetahui Struktur Pemerintahan Kerajaan Majapahit.
C. Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini yaitu untuk
menambah pengetahuan kita tentang sejarah Kebudayaan Majapahit.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Berdirinya Majapahit
Pada saat terjadi serangan Jayakatwang, Raden Wijaya bertugas menghadang
bagian utara, ternyata serangan yang lebih besar justru dilancarkan dari
selatan. Maka ketika Raden Wijaya kembali ke Istana, ia melihat Istana Kerajaan
Singasari hampir habis dilalap api dan mendengar Kertanegara telah terbunuh
bersama pembesar-pembesar lainnya. Akhirnya ia melarikan diri bersama sisa-sisa
tentaranya yang masih setia dan dibantu penduduk desa Kugagu. Setelah merasa
aman ia pergi ke Madura meminta perlindungan dari Aryawiraraja. Berkat
bantuannya ia berhasil menduduki tahta, dengan menghadiahkan daerah tarik
kepada Raden Wijaya sebagai daerah kekuasaannya. Ketika tentara Mongol datang
ke Jawa dengan dipimpin Shih-Pi, Ike-Mise, dan Kau Hsing dengan tujuan
menghukum Kertanegara, maka Raden Wijaya memanfaatkan situasi itu untuk bekerja
sama menyerang Jayakatwang. Setelah Jayakatwang terbunuh, tentara Mongol
berpesta pora merayakan kemenanganya. Kesempatan itu pula dimanfaatkan oleh Raden
Wijaya untuk berbalik melawan tentara Mongol, sehingga tentara Mongol terusir
dari Jawa dan pulang ke negrinya. Maka tahun 1293 Raden Wijaya naik tahta dan
bergelar Sri Kertajasa Jayawardhana.
Arca
Harihara, dewa gabungan Siwa dan Wisnu sebagai penggambaran Kertarajasa.
Berlokasi semula di Candi Simping, Blitar, kini menjadi koleksi Museum Nasional
Republik Indonesia. Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi
kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa
Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi ke
Singhasari yang menuntut Uperi. Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang
terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan
merusak wajahnya dan memotong telinganya. Kubilai
Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293. Ketika
itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara.
Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden
Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja
mengirim utusan ke Daha, yang membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya
menyerah dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang. Jawaban dari surat diatas
disambut dengan senang hati. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia
membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit,
yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah
tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol
untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang,
Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka
menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di
negeri asing. Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk
menangkap angin muson agar dapat pulang, atau mereka terpaksa harus menunggu
enam bulan lagi di pulau yang asing.
Tanggal
pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari
penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215
saka yang bertepatan dengan tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama
resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang
terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak
melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Pemberontakan
Ranggalawe ini didukung oleh Panji Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra Jaran Waha, Ra
Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini tersebut disebutkan dalam
Pararaton. Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah yang melakukan
konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya raja, agar ia dapat mencapai
posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian pemberontak
terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati.
Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.
Putra
dan penerus Wijaya adalah Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala Gemet,
yang berarti "penjahat lemah". Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun
pemerintahan Jayanegara, seorang pendeta Italia,Oodrico da Pordenone mengunjungi keraton Majapahit di Jawa. Pada
tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri
Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih
mengundurkan diri dari istana dan menjadi Bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak
perempuannya Tribhuwana untuk menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336,
Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah
Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan
kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan. Selama kekuasaan
Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di
kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya
pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
B. Kejayaan Majapahit
Bidadari Majapahit
yang anggun, arca cetakan emasapsara (bidadari surgawi) gaya khas Majapahit
menggambarkan dengan sempurna zaman kerajaan Majapahit sebagai "zaman
keemasan" nusantara. Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah
Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak
kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah
Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah. Menurut Kakawin
Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra,
Semenajung Malaya, Kalimantan Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua,
Tumasik (Singapura) sebagian kepulauan Filipina. Sumber ini menunjukkan batas
terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.
Namun
demikian, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan
tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit,
tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa
monopoli oleh raja. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja,
Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.
Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh
jalan diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan
politik, Hayam Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan
Sunda sebagai Permaisurinya. Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai
perjanjian persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan
pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk dinikahkan
dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang
untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit. Pertarungan antara
keluarga kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak
terelakkan. Meski dengan gagah berani memberikan perlawanan, keluarga kerajaan
Sunda kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga
kerajaan Sunda dapat dibinasakan secara kejam. Tradisi menyebutkan bahwa sang
putri yang kecewa, dengan hati remuk redam melakukan "bela pati", bunuh
diri untuk membela kehormatan negaranya. Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama
dalam naskah Kidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian di Bali dan juga
naskah Carita Parahiyangan. Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama
sekali tidak disebutkan dalam Nagarakretagama. Kakawin Nagarakretagama yang
disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya Keraton yang adiluhung, anggun, dan
canggih, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta sistem
ritual keagamaan yang rumit. Sang pujangga menggambarkan Majapahit sebagai
pusat mandala raksasa yang membentang dari Sumatra ke Papiua, mencakup Semenanjung
Malaya dan Maluku. Tradisi lokal di berbagai daerah di Nusantara masih mencatat
kisah legenda mengenai kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan langsung
oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup wilayah Jawa Timur dan Bali, di luar
daerah itu hanya semacam pemerintahan otonomi luas, pembayaran upeti berkala,
dan pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka. Akan tetapi segala
pemberontakan atau tantangan bagi ketuanan Majapahit atas daerah itu dapat
mengundang reaksi keras.Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah
Mada, Majapahit melancarkan serangan laut untuk menumpas pemberontakan di Palembang.
Meskipun penguasa Majapahit
memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau dan kadang-kadang menyerang
kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit nampaknya adalah mendapatkan porsi
terbesar dan mengendalikan perdagangan di kepulauan Nusantara. Pada saat inilah
pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.
C. Jatuhnya Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad
ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam
Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik
perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang
menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki
seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta.
Perang saudara yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun
1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya
dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung.
Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah
taklukannya di seberang. Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi
laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Chaeng Ho, seorang jenderal
muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405 sampai 1433.
Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan komunitas muslim
China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang,
Demak, Tubah dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara
Jawa Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan
oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia
adalah putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua
Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya,
adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhere
Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan.
Ia wafat pada tahun 1453 AD.
Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa
raja akibat krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik
takhta pada 1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan digantikan oleh
Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi memberontak terhadap
Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit. Ketika
Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai
memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh
Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah
kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka,
mulai muncul di bagian barat Nusantara. Di bagian barat kemaharajaan yang mulai
runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung kebangkitan Kesultanan Malaka
yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat Malaka dan melebarkan
kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan
Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri
dari kekuasaan Majapahit. Sebuah tampilan model kapal Majapahit di Museum
Negara Malaysia, Kuala Lumpur Malaysia Singhawikramawardhana memindahkan ibu
kota kerajaan lebih jauh ke pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri)
dan terus memerintah di sana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada
tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dan mempersatukan
kembali Majapahit menjadi satu kerajaan. Ranawijaya memerintah pada kurun waktu
1474 hingga 1519 dengan gelar Girindrawardhana. Meskipun demikian kekuatan
Majapahit telah melemah akibat konflik dinasti ini dan mulai bangkitnya kekuatan
kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Jawa. Waktu berakhirnya Kemaharajaan
Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun 1400 saka, berakhirnya
abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu
pemerintahan) hingga tahun 1527. Dalam tradisi Jawa ada sebuah Kronogram atau
candasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini
konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu
tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah
kemakmuran bumi”. Namun demikian yang sebenarnya digambarkan oleh
candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit,
oleh Girindrawardhana. prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia
telah mengalahkan Kertabhumi dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri).
Peristiwa ini memicu perang antara Daha dengan Kesultanan Demak, karena
penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi.
Peperangan ini dimenangi Demak pada
tahun 1527. Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga
kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar untuk
menghindari pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka
mendukung Ranawijaya melawan Kertabhumi. Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan
oleh Demak pada tahun 1527, kekuatan kerajaan Islam pada awal abad ke-16
akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit. Demak dibawah pemerintahan Raden
(kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui sebagai penerus kerajaan
Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah
karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.
Catatan sejarah dari Tiongkok,
Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah
terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati
Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.
Demak memastikan posisinya
sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di
tanah Jawa. Saat itu setelah keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang
masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta
Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan
Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali.
Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di
pegunungan Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.
D. Kebudayaan Majapahit
Gapura Bajang Ratu, gerbang masuk
salah satu kompleks bangunan penting di ibu kota Majapahit. Bangunan ini masih
tegak berdiri di Trowulan. "Dari semua bangunan, tidak ada tiang yang
luput dari ukiran halus dan warna indah" [Dalam lingkungan dikelilingi
tembok] "terdapat pendopo anggun beratap ijuk, indah bagai pemandangan
dalam lukisan... Kelopak bunga katangga gugur tertiup angin dan
bertaburan di atas atap. Atap itu bagaikan rambut gadis yang berhiaskan bunga,
menyenangkan hati siapa saja yang memandangnya". Nagarakretagama
menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan anggun, dengan cita rasa seni dan
sastra yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa utama
dalam kalender tata negara digelar tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April)
ketika semua utusan dari semua wilayah taklukan Majapahit datang ke istana
untuk membayar upeti atau pajak. Kawasan Majapahit secara sederhana terbagi
dalam tiga jenis: keraton termasuk kawasan ibu kota dan sekitarnya;
wilayah-wilayah di Jawa Timur dan Bali yang secara langsung dikepalai oleh
pejabat yang ditunjuk langsung oleh raja; serta wilayah-wilayah taklukan di
kepulauan Nusantara yang menikmati otonomi luas. Ibu kota Majapahit
di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan besar keagamaan
yang diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha, Siwa, dan Waisnawa (pemuja Wisnu)
dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha,
Siwa, maupun Wisnu. Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung tentang Islam,
akan tetapi sangat mungkin terdapat beberapa pegawai atau abdi istana muslim
saat itu. Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada masa
sebelumnya, arsitek Majapahitlah yang paling ahli menggunakannya. Candi-candi
Majapahit berkualitas baik secara geometris dengan memanfaatkan getah tumbuhan
merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata. Contoh candi Majapahit yang
masih dapat ditemui sekarang adalah Candi Tikus dan Gapura Bajang Ratu di
Trowulan, Mojokerto. Beberapa elemen arsitektur berasal dari masa Majapahit,
antara lain gerbang terbelah Candi Bentar, gapura paduraksa (kori agung)
beratap tinggi, dan pendopo berdasar struktur bata. Gaya bangunan seperti ini
masih dapat ditemukan dalam arsitektur Jawa dan Bali. Raja [Jawa] memiliki
bawahan tujuh raja bermahkota. [Dan] pulaunya berpenduduk banyak, merupakan
pulau terbaik kedua yang pernah ada. Raja pulau ini memiliki istana yang luar
biasa mengagumkan. Karena sangat besar, tangga dan bagian dalam ruangannya
berlapis emas dan perak, bahkan atapnya pun bersepuh emas. Kini Khan Agung dari
China beberapa kali berperang melawan raja ini; akan tetapi selalu gagal dan
raja ini selalu berhasil mengalahkannya. Catatan yang berasal dari sumber Italia
mengenai Jawa pada era Majapahit didapatkan dari catatan perjalanan Mattiussi,
seorang pendeta Ordo Fransiskan dalam bukunya: "Perjalanan Pendeta Odorico
da Poedenone". Ia mengunjungi beberapa tempat di Nusantara: Sumatera,
Jawa, dan Banjarmasin di Kalimantan. Ia dikirim Paus untuk menjalankan misi
Katolik di Asia Tengah. Pada 1318 ia berangkat dari Padua, menyeberangi Laut
Hitam dan menembus Persia, terus hingga mencapai Kolkata, Madras, dan Srilanka.
Lalu menuju kepulauan Nikobar hingga mencapai Sumatera, lalu mengunjungi Jawa
dan Banjarmasin. Ia kembali ke Italia melalui jalan darat lewat Vietnam, China,
terus mengikuti Jalur Sultra menuju Eropa pada 1330. Di buku ini ia menyebut
kunjungannya di Jawa tanpa menjelaskan lebih rinci nama tempat yang ia kunjungi.
Disebutkan raja Jawa menguasai tujuh raja bawahan. Disebutkan juga di pulau ini
terdapat banyak cengkeh, kemukus, pala, dan berbagai rempah-rempah lainnya. Ia
menyebutkan istana raja Jawa sangat mewah dan mengagumkan, penuh bersepuh emas
dan perak. Ia juga menyebutkan raja Mongol beberapa kali berusaha menyerang
Jawa, tetapi selalu gagal dan berhasil diusir kembali. Kerajaan Jawa yang
disebutkan di sini tak lain adalah Majapahit yang dikunjungi pada suatu waktu
dalam kurun 1318-1330 pada masa pemerintahan Jayanegara.
E. Kerajaan Majapahit Pada Bidang Ekonomi
Majapahit merupakan negara agraris
dan sekaligus negara perdagangan. Pajak dan denda dibayarkan dalam uang tunai.
Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8 pada masa
kerajaan Medaang yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak.
Sekitar tahun 1300, pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah
perubahan moneter penting terjadi: keping uang dalam negeri diganti dengan uang
"kepeng" yaitu keping uang tembaga impor dari China. Pada November
2008 sekitar 10.388 keping koin China kuno seberat sekitar 40 kilogram digali
dari halaman belakang seorang penduduk di Sidoarjo. Badan Pelestarian
Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur memastikan bahwa koin tersebut berasal dari
era Majapahit. Alasan penggunaan uang logam atau koin asing ini tidak
disebutkan dalam catatan sejarah, akan tetapi kebanyakan ahli menduga bahwa
dengan semakin kompleksnya ekonomi Jawa, maka diperlukan uang pecahan kecil
atau uang receh dalam sistem mata uang Majapahit agar dapat digunakan dalam
aktivitas ekonomi sehari-hari di pasar Majapahit. Peran ini tidak cocok dan
tidak dapat dipenuhi oleh uang emas dan perak yang mahal. Beberapa
gambaran mengenai skala ekonomi dalam negeri Jawa saat itu dikumpulkan dari
berbagai data dan prasasti. Prasasti Canggu yang berangka tahun 1358
menyebutkan sebanyak 78 titik perlintasan berupa tempat perahu penyeberangan di
dalam negeri (mandala Jawa) Prasasti dari masa Majapahit menyebutkan berbagai
macam pekerjaan dan spesialisasi karier, mulai dari pengrajin emas dan perak,
hingga penjual minuman, dan jagal atau tukang daging. Meskipun banyak di antara
pekerjaan-pekerjaan ini sudah ada sejak zaman sebelumnya, namun proporsi
populasi yang mencari pendapatan dan bermata pencarian di luar pertanian
semakin meningkat pada era Majapahit. Menurut catatan Wang Ta-Yuan, pedagan
Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain dan
burung kakak tua, sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra,
barang keramik dan barang dari besi. Mata Uangnya dibuat dari campuran perak,
timah putih, timah hitam dan tembaga. Selain itu, catatan Odorico da Pordenone,
biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1312,
menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata
Kemakmuran Majapahit diduga karena dua faktor. Faktor pertama; lembah
sungai Brantas dan Bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur utara sangat
cocok untuk pertanian padi. Pada masa jayanya Majapahit membangun berbagai
infrastruktur irigasi, sebagian dengan dukungan pemerintah. Faktor kedua;
pelabuhan-pelabuhan Majapahit di pantai utara Jawa mungkin sekali berperan
penting sebagai pelabuhan pangkalan untuk mendapatkan komoditas rempah-rempah
Maluku. Pajak yang dikenakan pada komoditas rempah-rempah yang melewati Jawa
merupakan sumber pemasukan penting bagi Majapahit. Nagarakretagama
menyebutkan bahwa kemashuran penguasa Wilwatikta telah menarik banyak pedagang
asing, di antaranya pedagang dari India, Khmer, Siam dan China. Pajak khusus
dikenakan pada orang asing terutama yang menetap semi-permanen di Jawa dan
melakukan pekerjaan selain perdagangan internasional. Majapahit memiliki
pejabat sendiri untuk mengurusi pedagang dari India dan Tiongkok yang menetap
di ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat lain di wilayah Majapahit di Jawa.
F. Struktur Pemerintahan
Arca
dewi Parwati sebagai perwujudan anumerta Tribhuwanottunggadewi, ratu Majapahit
ibunda Hayam Wuruk. Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi
yang teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan
birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya. Raja
dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang otoritas politik
tertinggi.
a.
Aparat birokrasi
Raja
dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan, dengan
para putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja
biasanya diturunkan kepada pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:
·
Rakryan Mahamantri Katrini,
biasanya dijabat putra-putra raja
·
Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri
yang melaksanakan pemerintahan
·
Dharmmadhyaksa, para pejabat
hukum keagamaan
·
Dharmma-upapatti, para
pejabat keagamaan
Dalam Rakryan Mantri ri
Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu Rakryan
Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan
sebagai perdana menteri yang bersama-sama raja dapat ikut melaksanakan
kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu, terdapat pula semacam dewan
pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak saudara raja, yang disebut Bhattara
Saptaprabhu.
b.
Pembagian wilayah
Dalam
pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan Singhasari, terdiri
atas beberapa kawasan tertentu di bagian timur dan bagian tengah Jawa. Daerah
ini diperintah oleh uparaja yang disebut Paduka Bhattara yang bergelar Bhre
atau "Bhatara i". Gelar ini adalah gelar tertinggi bangsawan
kerajaan. Biasanya posisi ini hanyalah untuk kerabat dekat raja. Tugas mereka
adalah untuk mengelola kerajaan mereka, memungut pajak, dan mengirimkan upeti
ke pusat, dan mengelola pertahanan di perbatasan daerah yang mereka pimpin. Selama
masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389) ada 12 wilayah di Majapahit,
yang dikelola oleh kerabat dekat raja.
Hierarki
dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan Majapahit dikenal sebagai berikut:
1. Bhumi:
kerajaan, diperintah oleh Raja
2. Nagara:
diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau
bangsawan)
3. Watek:
dikelola oleh wiyasa,
4. Kuwu:
dikelola oleh lurah,
5. Wanua:
dikelola oleh thani,
6. Kabuyutan:
dusun kecil atau tempat sakral.
No
|
Provinsi
|
Gelar
|
Penguasa
|
Hubungan dengan
Raja
|
|
1
|
Kahuripan
(atau janggala, sekarang surabaya)
|
Bhre Kahuripan
|
Tribhuwanatunggadewi
|
ibu suri
|
|
2
|
Daha (bekas
ibukota dari
Kediri)
|
Bhre Daha
|
Rajadewi Maharajasa
|
bibi sekaligus
ibu mertua
|
|
3
|
Tumapel (bekas
ibukota dari Singhasari)
|
Bhre Tumapel
|
Kertawardhana
|
ayah
|
|
4
|
Wengker
(sekarang Ponorogo)
|
Bhre Wengker
|
Wijayarajasa
|
paman
sekaligus ayah mertua
|
|
5
|
Matahun
(sekarang Bojonegoro)
|
Bhre Matahun
|
Rajasawardhana
|
suami dari
Putri Lasem, sepupu raja
|
|
6
|
Wirabhumi (Blambangan)
|
Bhre Wirabhumi
|
Bhre Wirabhumi1
|
anak
|
|
7
|
Paguhan
|
Bhre Paguhan
|
Singhawardhana
|
saudara
laki-laki ipar
|
|
8
|
Kabalan
|
Bhre Kabalan
|
Kusumawardhani2
|
anak perempuan
|
|
9
|
Pawanuan
|
Bhre Pawanuan
|
Surawardhani
|
keponakan
perempuan
|
|
10
|
Lasem (kota pesisir di Jawa Tengah)
|
Bhre Lasem
|
Rajasaduhita
Indudewi
|
sepupu
|
|
11
|
Pajang (sekarang Surakarta)
|
Bhre Pajang
|
Rajasaduhita
Iswari
|
saudara
perempuan
|
|
12
|
Mataram (sekarang Yogyakarta)
|
Bhre Mataram
|
Wikramawardhana2
|
keponakan laki
- laki
|
|
|
Sedangkan dalam Prasasti Wingun Pitu (1447
M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan,
yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre. Daerah-daerah bawahan
tersebut yaitu:
a. Daha
b. Jagarag
c.
Kabalan
|
a. Kahuripan
b. Keling
c.
Kelinggapura
|
a. Kembang
Jenar
b. Matahun
c.
Pajang
|
a. Singhapura
b. Tanjungpura
c.
Tumapel
|
a. Wengker
b. Wirabumi
|
Saat Majapahit memasuki era kemaharajaan
Thalasokrasi saat pemerintahan Gajah Mada, beberapa negara bagian di luar
negeri juga termasuk dalam lingkaran pengaruh Majapahit, sebagai hasilnya,
konsep teritorial yang lebih besar pun terbentuk:
1.
Negara Agung, atau
Negara Utama, inti kerajaan. Area awal Majapahit atau Majapahit Lama selama
masa pembentukannya sebelum memasuki era kemaharajaan. Yang termasuk area ini
adalah ibukota kerajaan dan wilayah sekitarnya dimana raja secara efektif
menjalankan pemerintahannya. Area ini meliputi setengah bagian timur Jawa,
dengan semua provinsinya yang dikelola oleh para Bhre (bangsawan), yang
merupakan kerabat dekat raja.
2.
Mancanegara, area yang
melingkupi Negara Agung. Area ini secara langsung dipengaruhi oleh
kebudayaan Jawa, dan wajib membayar upeti tahunan. Akan tetapi, area-area
tersebut biasanya memiliki penguasa atau raja pribumi, yang kemungkinan
membentuk persekutuan atau menikah dengan keluarga kerajaan Majapahit. Kerajaan
Majapahit menempatkan birokrat dan pegawainya di tempat-tempat ini dan mengatur
kegiatan perdagangan luar negeri mereka dan mengumpulkan pajak, namun mereka
menikmati otonomi internal yang cukup besar. Wilayah Mancanegara termasuk di
dalamnya seluruh daerah Pulau Jawa lainnya, Madura Bali dan juga Dharmasraya,
Pagaruyung, Lampung dan Palembang di Sumatra.
3.
Nusantara, adalah area
yang tidak mencerminkan kebudayaan Jawa, tetapi termasuk ke dalam koloni dan
mereka harus membayar upeti tahunan. Mereka menikmati otonomi yang cukup luas
dan kebebasan internal, dan Majapahit tidak merasa penting untuk menempatkan
birokratnya atau tentara militernya di sini; akan tetapi, tantangan apa pun
yang terlihat mengancam ketuanan Majapahit atas wilayah itu akan menuai reaksi
keras. Termasuk dalam area ini adalah kerajaan kecil dan koloni di Maluku,
Kepulauan Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan dan Semenanjung Malaya.
Ketiga kategori itu masuk ke dalam
lingkaran pengaruh Kerajaan Majapahit. Akan tetapi Majapahit juga mengenal
lingkup keempat yang didefinisikan sebagai hubungan diplomatik luar negeri:
1.
Mitreka Satata, yang
secara harafiah berarti "mitra dengan tatanan (aturan) yang sama".
Hal itu menunjukkan negara independen luar negeri yang dianggap setara oleh
Majapahit, bukan sebagai bawahan dalam kekuatan Majapahit. Menurut
Negarakertagama pupuh 15, bangsa asing adalah Syangkayodhyapura (Ayutthaya
di Thailand), Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si Thammarat), Marutma,
Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di Myanmar), Kerajaan Champa, Kamboja
(Kamboja), dan Yawana (Annam).
2.
Mitreka Satata dapat dianggap
sebagai aliansi Majapahit, karena kerajaan asing di luar negeri seperti China
dan India tidak termasuk dalam kategori ini meskipun Majapahit telah melakukan
hubungan luar negeri dengan kedua bangsa ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun
kesimpulan dari makalah ini adalah pada
masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah
Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih
banyak wilayah. Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan
Majapahit meliputi Sumatra, Semenajung Malaya, Kalimantan Sulawesi, kepulauan
Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) sebagian kepulauan Filipina.
Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan
Majapahit.
B. Saran
Makalah
ini tentulah masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu saya sangat
membutuhkan kontribusi kritik dan saran dari pembaca agar dijadikan sebagai
intropeksi bagi makalah ini untuk menjadi lebih baik lagi. Terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah terlibat untuk mendukung dan membantu agar makalah ini
dapat terselesaikan.
DAFTAR
PUSTAKA